Sports Comments Pictures

Sabtu, 29 Maret 2014

ARAW . BY ACING


DEFINISI SEHAT DAN SAKIT ( HAIRUL ASPAR/ ACING)


A.    Definisi Sehat dari Berbagai Sudut Pandang
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap -tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Berikut ini adalah berbagai sudut pandang yang mendefinisikan konsep sehat:
1.      Definisi Sehat Menurut WHO
Menurut WHO (1947), sehat  dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang po­sitif (Edelman dan Mandle. 1994):
a.       Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
b.      Memandang sehat dengan mengidentifikasi ling­kungan internal dan eksternal.
c.       Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

2.      Definisi Sehat Menurut Para Ahli
a.        Neuman
Sehat adalah suatu keseimbangan biopsiko – sosio – cultural dan spiritual pada tiga garis pertahanan klien yaitu fleksibel, normal dan resisten.
b.       Pender (1982)
Sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural.
c.        Paune (1983)
Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care actions) secara adekual. Self care Resoureces : mencangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Self care actions adalah perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahan kan dan menigkatkan fungsi psicososial dan spiritual.
3.      Definisi Sehat Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
4.      Definisi sehat secara umum.
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sempurna dari seorang manusia, dimana tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, mental dan spiritual yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
B.      Definisi Sakit dari Berbagai Sudut Pandang
1.      Definisi Sakit Menurut UU No. 23 Tahun 1992
Seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis) atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit, istilah masuk angin , pilek tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya maka ia dianggap tidak sakit.
2.      Definisi Sakit Menurut Ahli
a.       Parson (1972)
Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk keadaan organisme sebagai system biologis dan penyesuaian sosialnya.
b.      Bauman (1965)
Seseorang menggunakan tiga kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
·         Adanya gejala : naiknya temperature, nyeri.
·         Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit.
·         Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari : bekerja, sekolah.
3.      Definisi Sakit Secara Umum
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran berupa gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu.

Jumat, 28 Maret 2014

JUDUL SKRIPSI KESEHATAN MASYARAKAT (HAIRUL ASPAR/ACING)



  1. GAYA PIMPINAN DAN SEMANGAT KERJA PEGAWAI PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
  2. STUDI TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SEHAT DI KELURAHAN PASAR BENGKULU KOTA BENGKULU
  3. HUBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT IV KEPOLISIAN DAERAH (POLDA) BENGKULU
  4. HUBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAIS KABUPATEN SELUMA
  5. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI DENGAN MOTIVASI MENYUSUI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA AMAN KABUPATEN LEBONG
  6. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA BENGKULU
  7. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA LUNJUK DALAM WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALANG TINGGI KABUPATEN SELUMA
  8. KUALITAS KEHIDUPAN KERJA PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SELUMA
  9. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS DUSUN TENGAH KABUPATEN SELUMA
  10. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PETUGAS TUBERKULOSIS DI DINAS KESEHATAN KOTA BENGKULU
  11. ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN PERINATAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU
  12. PENGGUNAAN OBAT ARTEMISININ BASED COMBINATION THERAPY (ACT) PADA PENDERITA MALARIA DI PUSKESMAS BERINGIN RAYA KOTA BENGKULU
  13. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS PASAR IKAN KOTA BENGKULU
  14. HUBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT IV KEPOLISIAN DAERAH (POLDA) BENGKULU
  15. PENERAPAN PELAYANAN PASIEN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) PADA POLI PENYAKIT DALAM RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
  16. ANALISIS KETIDAKPATUHAN IBU DALAM MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA TENAGA KESEHATAN DI DESA NAPAL KABUPATEN SELUMA
  17. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU DESA SEMELAKO KABUPATEN LEBONG
  18. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN DOKTER DAN PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. YUNUS BENGKULU
  19. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI DENGAN MOTIVASI MENYUSUI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA AMAN KABUPATEN LEBONG
  20. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PETUGAS TUBERKULOSIS DI DINAS KESEHATAN KOTA BENGKULU
  21. ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA GIZI DI UNIT INSTALASI GIZI RSJKO SOEPRAPTO DAERAH BENGKULU
  22. ANALISIS SISTEM PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN PENYALURAN BAHAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG
  23. HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI WILAYAH PUSKESMAS TANJUNG AGUNG PALIK KECAMATAN AIR BESI KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2008
  24. HUBUNGAN CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP KESEHATAN GIGI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 16 SELUMA KECAMATAN SELUMA KOTA KABUPATEN SELUMA
  25. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN IBU NIFAS DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI VITAMIN A DI WILAYAH PUSKESMAS BATU BANDUNG KABUPATEN KEPAHIANG TAHUN 2010
  26. KEMAMPUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP PASIEN DI RUANG RAWAT INAP MELATI RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
  27. PENGGUNAAN OBAT ARTEMISININ BASED COMBINATION THERAPY (ACT) PADA PENDERITA MALARIA DI PUSKESMAS BERINGIN RAYA KOTA BENGKULU
  28. HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN (HB) DENGAN KESEGARAN JASMANI SISWA PUTERA SLTP NEGERI I TANJUNG IMAN KEC. KAUR TENGAH KAB. KAUR
  29. HUBUNGAN PERILAKU MENGURAS, MENUTUP, DAN MENGUBUR (3 M) PADA MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RIMBO KEDUI KABUPATEN SELUMA.
  30. HUBUNGAN  PENGETAHUAN  IBU DENGAN KUNJUNGAN NEONATAL DI PUSKESMAS KOTA TAIS KABUPATEN SELUMA
  31. HUBUNGAN PELAKSANAAN PENGAWASAN DENGAN DISIPLIN KERJA DOSEN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI AKPER PROPINSI BENGKULU TAHUN AJARAN 2005/2006
  32. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN BALITA DI POSYANDU DUSUN PADANG WILAYAH PUSKESMAS ILIR TALO KABUPATEN SELUMA
  33. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
  34. GAMBARAN POLA MAKAN, KEBIASAAN JAJAN, DAN PENYAKIT PENYERTA PADA BALITA GIZI BURUK DI WILAYAH PUSKESMAS PASAR IKAN KOTA BENGKULU
  35. ANALISIS PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA RUMAH TANGGA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI DESA SIAGA PASAR TAIS KABUPATEN SELUMA
  36. ANALISIS  PELAKSANAAN  PROGRAM IMUNISASI  PADA BAYI DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KECAMATAN TALO KECIL KABUPATEN SELUMA
  37. ANALISIS  PELAKSANAAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DI PUSKESMAS JARAI PAGAR ALAM KABUPATEN LAHAT
  38. ANALISIS SISTEM PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN PENYALURAN BAHAN  MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG
  39. PENGGUNAAN OBAT ARTEMISININ BASED COMBINATION THERAPY (ACT) PADA PENDERITA MALARIA DI PUSKESMAS BERINGIN RAYA KOTA BENGKULU
  40. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN IBU NIFAS DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI VITAMIN A DI WILAYAH PUSKESMAS BATU BANDUNG KABUPATEN KEPAHIANG TAHUN 2010
  41. ANALISIS PENYEBAB KEMATIAN PERINATAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU
  42. ANALISIS PERAN BIDAN DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN ASI 30 MENIT SETELAH BAYI LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DERMAYU KABUPATEN SELUMA
  43. KEMAMPUAN  KOMUNIKASI  TERAPEUTIK  PERAWAT TERHADAP PASIEN DI RUANG RAWAT INAP MELATI RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU
  44. ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA GIZI DI UNIT INSTALASI GIZI RSJKO SOEPRAPTO DAERAH BENGKULU
  45. PERSEPSI PENGAWAS TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA BENGKULU
  46. ANALISIS SISTEM PENERIMAAN, PENYIMPANAN, DAN PENYALURAN BAHAN  MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG
  47. HUBUNGAN INSENTIF DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. YUNUS BENGKULU
  48. HUBUNGAN  PENGETAHUAN  IBU DENGAN KUNJUNGAN NEONATAL DI PUSKESMAS KOTA TAIS KABUPATEN SELUMA
  49. PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN NON MEDIS DI RSUD MANNA KABUPATEN BENGKULU SELATAN
  50. HUBUNGAN  FUNGSI  KEPEMIMPINAN  DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAIS KABUPATEN SELUMA TAHUN 2009
  51. HUBUNGAN CARA MENYIKAT GIGI TERHADAP KESEHATAN GIGI PADA ANAK  SEKOLAH DASAR NEGERI  16 SELUMA KECAMATAN SELUMA KOTA KABUPATEN SELUMA
  52. HUBUNGAN AKTIFITAS FISIK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN PASAR MELINTANG KOTA BENGKULU
  53. ANALISIS MOTIVASI PESERTA KELUARGA BERENCANA DI POLI KB RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KEPAHIANG
  54. HUBUNGAN PERILAKU MENGURAS, MENUTUP, DAN MENGUBUR (3 M) PADA MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RIMBO KEDUI KABUPATEN SELUMA
  55. HUBUNGAN KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN PERUBAHAN SIKLUS MENSTRUASI  PADA AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI PUSKESMAS KOTA TAIS KABUPATEN SELUMA
  56. HUBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT IV KEPOLISIAN DAERAH (POLDA) BENGKULU
  57. FAKTOR – FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN  DENGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF  DI PUSKESMAS PASAR IKAN KOTA BENGKULU
  58. ANALISIS KETIDAKPATUHAN IBU DALAM MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA TENAGA KESEHATAN DI DESA NAPAL KABUPATEN SELUMA
  59. HUBUNGAN PERSEPSI PENGAWASAN OLEH PIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA  POLDA BENGKULU
  60. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA  POLDA BENGKULU
  61. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL PESERTA PROGRAM JAMKESMAS DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) DI PUSKESMAS LINGKAR TIMUR
  62. HUBUNGAN SUPERVISI DENGAN KINERJA PETUGAS TB PUSKESMAS DALAM UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS  DI KABUPATEN SELUMA TAHUN 2006
  63. GAMBARAN PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGAMAKMUR BENGKULU UTARA.
  64. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN DOKTER DAN PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. YUNUS BENGKULU
  65. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN ATENATAL CARE (ANC) OLEH IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH PUSKESMAS JALAN GEDANG KOTA BENGKULU
  66. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU DESA SEMELAKO KABUPATEN LEBONG.
  67. HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DENGAN PRESTASI KERJA PERAWAT DI RUANG VIP RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU
  68. H UBUNGAN PEMBERIAN INSENTIF DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAIS KABUPATEN SELUMA
  69. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA BENGKULU
  70. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGGINYA ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS  PADA BALITA YANG BERKUNJUNG DI POLIKLINIK ANAK RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2006
  71. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN MELALUI PENGOBATAN STRATEGI DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT-COURSE (DOTS) PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
  72. HUBUNGAN PENGAWASAN PIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI PUSKESMAS PERAWATAN LAIS KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2006
  73. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI  DENGAN MOTIVASI MENYUSUI BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA AMAN KABUPATEN LEBONG
  74. HUBUNGAN PERSEPSI MUTU PELAYANAN MEDIK DASAR DENGAN KEPUASAN PASIEN DI POLIKLINIK UMUM PUSKESMAS JALAN GEDANG KOTA BENGKULU
  75. GAMBARAN SISTEM REKAM MEDIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MANNA BENGKULU SELATAN
  76. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI KERJA PERAWAT RAWAT INAP DI RSUD CURUP KABUPATEN REJANG LEBONG
  77. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN MELALUI PENGOBATAN  STRATEGI DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT-COURSE (DOTS) PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
  78. PENGARUH PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT TERHADAP PENINGKATAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI PUSKESMAS TALANG TINGGI  KABUPATEN SELUMA
  79. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBIASAAN MEROKOK SISWA DI SMU NEGERI 1 LAIS KABUPATEN BENGKULU UTARA
  80. HUBUNGAN FUNGSI KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PADA PUSKESMAS RIMBO KEDUI KABUPATEN SELUMA TAHUN 2005
  81. HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG PENGAWASAN OLEH PIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI  PUSKESMAS JEMBATAN KECIL KOTA BENGKULU
  82. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN MALARIA DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU TAHUN 2005
  83. HUBUNGAN MUTU PELAYANAN PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP MELATI RSUD Dr. M.YUNUS BENGKULU
  84. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN METODA KONTRASEPSI PADA PUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BASUKI RAHMAD KOTA BENGKULU TAHUN 2005
  85. HUBUNGAN KOMUNIKASI PIMPINAN DENGAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROPINSI BENGKULU
  86. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANGAN MELATI RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU
  87. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI  INSTALASI RAWAT INAP RSU ARGA MAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA
  88. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PEMAKAIAN OBAT ANTI NYAMUK DENGAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS SUKAMERINDU BENGKULU TAHUN 2005
  89. HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE  PADA  BALITA DI DESA LUNJUK  DALAM WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALANG TINGGI KABUPATEN SELUMA
  90. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KECAMATAN AIR BESI, BENGKULU UTARA TAHUN 2005
  91. HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DENGAN BUDAYA KERJA PERAWAT DI RUANG ICU RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2005
  92. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA BIDAN DESA BERSTATUS PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) DI KABUPATEN KEPAHIANG PROPINSI BENGKULU TAHUN 2005
  93. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMBU’AN KECAMATAN LUBUK SANDI SAKTI TAHUN 2005
  94. HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPUASAN PASIEN PADA POLIKLINIK UMUM DI PUSKESMAS TUMBU’AN KABUPATEN SELUMA TAHUN 2005
  95. FAKTOR-FAKTOR APAKAH YANG BERHUBUNGAN SECARA SIGNIFIKAN DENGAN KINERJA PETUGAS IMUNISASI BERUPA RENDAHNYA CAKUPAN IMUNISASI TT IBU HAMIL PADA BEBERAPA PUSKESMAS DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN.
  96. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAIS KECAMATAN SELUMA BENGKULU
  97. HUBUNGAN PELAKSANAAN PENGAWASAN DENGAN DISIPLIN KERJA DOSEN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI AKPER PROPINSI BENGKULU TAHUN AJARAN 2005/2006
  98. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK DENGAN PERSEPSI KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD Dr.M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2005
  99. HUBUNGAN PEMBINAAN DENGAN KINERJA BIDAN DESA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CAHAYA NEGERI KABUPATEN SELUMA
  100. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN  PELATIHAN PERAWAT  DENGAN PRESTASI  KERJA PERAWAT PADA RUANG ICU DAN ICCU RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU
  101. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAGA RANTAI KABUPATEN KAUR
  102. HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA, PENDIDIKAN, PENGETAHUAN TENTANG GIZI TERHADAP STATUS GIZI USILA DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN KOTA ARGA MAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2005.
  103. HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMP NEGERI 3 SUKARAJA KECAMATAN LUBUK SANDI KABUPATEN SELUMA
  104. GAMBARAN KINERJA PELAKSANAAN SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PUSKEMAS DI PUSKESMAS DTP TALAGA TAHUN 2005
  105. ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA PENATA RADIOLOGI DI RUANG RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. M. YUNUS PROPINSI BENGKULU DALAM OTONOMI DAERAH TAHUN 2005-2020
  106. ANALISIS PROSES PELAKSANAAN RUJUKAN PESERTA ASURANSI KESEHATAN (ASKES) PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA RAWAT JALAN TINGKAT PERTAMA DI UPTD PUSKESMAS LINGKAR TIMUR KOTA BENGKULU TAHUN 2011
  107. PENGARUH PELAKSANAAN PENGAWASAN MELEKAT TERHADAP PENINGKATAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI PUSKESMAS TALANG TINGGI KABUPATEN SELUMA
  108. GAMBARAN KETERLAMBATAN PROSES KLAIM PERORANGAN PESERTA SUKARELA DI PT (PERSERO) SURANSI KESEHATAN INDONESIA KANTOR CABANG UTAMA JAKARTA PUSAT TAHUN 2005
  109. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH PUSKESMAS TUMBU’AN KECAMATAN LUBUK SANDI SAKTI TAHUN 2005”.
  110. GAMBARAN KEJADIAN ANEMIA PADA WUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI 5 (LIMA) KABUPATEN KOTA PROPINSI JAWA TIMUR PADA TAHUN 2004
  111. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI WILAYAH RW 05 KELURAHAN SAWAH LEBAR BARU KECAMATAN RATU AGUNG KOTA BENGKULU TAHUN 2009
  112. HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMP NEGERI 3 SUKARAJA KECAMATAN LUBUK SANDI KABUPATEN SELUMA
  113. HUBUNGAN PELAKSANAAN PENGAWASAN DENGAN DISIPLIN KERJA DOSEN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI AKPER PROPINSI BENGKULU TAHUN AJARAN 2005/2006
  114.  
About these ads

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI SEKOLAH (PHBS) - (HAIRUL ASPAR / ACING)



I.  Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pengertian PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga, dengan membuka jalur komunikasi, informasi, dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/kelompok dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat (Dinkes Jabar, 2010).

Tujuan PHBS
Menurut Depkes RI (1997), Tujuan dari PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat termasuk dunia usaha dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Strategi PHBS
Strategi adalah cara atau pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan PHBS. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS yaitu:
1.      Gerakan Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah pindah dari mau ke mampu melaksanakan boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang sering kali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu yang telah mau dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya.
2.      Bina Suasana (Social Support)
Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimanapun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana yaitu: pendekatan individu, pendekatan kelompok, dan pendekatan masyarakat umum.
3.      Pendekatan Pimpinan (Advocacy)
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa brupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, dan yang lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu yang singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan yaitu: a) mengetahui atau menyadari adanya masalah, b) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, c) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, d) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan e) memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Tatanan PHBS
Ada lima tatanan PHBS yakni: tatanan rumah tangga, tatanan pendidikan, tempat umum, tempat kerja, dan institusi kesehatan.
II.  PHBS di Tatanan Pendidikan (Sekolah)
Pengertian PHBS di Sekolah
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat juga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya , serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat (Depkes RI, 2007).
Tujuan PHBS di Sekolah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah mempunyai tujuan yakni:
Tujuan Umum:
Memperdayakan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tau, mau, dan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan dengan menerapkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.
Tujuan Khusus:
a.       Meningkatkan pengetahuan tentang PHBS bagi setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah.
b.      Meningkatkan peran serta aktif setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah ber PHBS di sekolah.
c.       Memandirikan setiap siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah ber PHBS.
Manfaat PHBS di Sekolah
Manfaat bagi siswa:
a.       Meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit
b.      Meningkatkan semangat belajar
c.       Meningkatkan produktivitas belajar
d.      Menurunkan angka absensi karena sakit
Manfaat bagi warga sekolah:
a.       Meningkatnya semangat belajar siswa berdampak positif terhadap pencapaian target dan tujuan
b.      Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh orangtua
c.       Meningkatnya citra sekolah yang positif
Manfaat bagi sekolah:
a.       Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di sekolah
b.      Adanya dukungan buku pedoman dan media promosi PHBS di sekolah
Manfaat bagi masyarakat
a.       Mempunyai lingkungan sekolah yang sehat
b.      Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh sekolah
Manfaat bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kota
a.       Sekolah yang sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang baik
b.      Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di sekolah
Sasaran PHBS di Sekolah
a.  Siswa Peserta Didik
b. Warga Sekolah (Kepala Sekolah, Guru, Karyawan Sekolah, Komite Sekolah, dan Orangtua Siswa)
c.  Masyarakat Lingkungan Sekolah (penjaga kantin, satpam, dll)
Strata PHBS di Sekolah
Tabel Strata PHBS di Sekolah
Strata Pratama
Strata Madya
Strata Utama
1.      Memelihara rambut agar bersih dan rapih
2.      Memakai pakaian bersih dan rapih
Perilaku di strata pertama ditambah:
8. memberantas jentik nyamuk
Perilaku di strata madya ditambah:
13. mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3.      Memelihara kuku agar selalu pendek dan bersih
9. menggunakan jamban yang bersih dan sehat
14. menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan
4.      Memakai sepatu bersih dan rapih
10. menggunakan air bersih
5.      Berolahraga teratur dan terukur
11. mencuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabun
6.      Tidak merokok di sekolah
12. membuang sampah ke tempat sampah yang terpilah (sampah basah, sampah kering, sampah berbahaya)
7.      Tidak menggunakan NAPZA
Indikator PHBS di Sekolah
A. Memelihara Rambut Agar Bersih dan Rapih
Mencuci rambut secara teratur dan menyisirnya sehingga terlihat rapih. Rambut yang bersih adalah rambut yang tidak kusam, tidak berbau, dan tidak berkutu. Memeriksa kebersihan dan kerapihan rambut dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.
B. Memakai Pakaian Bersih dan Rapih
Memakai baju yang tidak ada kotorannya, tidak berbau, dan rapih. Pakaian yang bersih dan rapih diperoleh dengan mencuci baju setelah dipakai dan dirapikan dengan disetrika. Memeriksa baju yang dipakai dapat dilakukan  oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.
C. Memelihara Kuku Agar Selalu Pendek dan Bersih
Memotong kuku sebatas ujung jari tangan secara teratur dan membersihkannya sehingga tidak hitam/kotor. Memeriksa kuku secra rutin dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.
D. Memakai Sepatu Bersih dan Rapih
Memakai sepatu yang tidak ada kotoran menempel pada sepatu, rapih misalnya ditalikan bagi sepatu yang bertali. Sepatu bersih diperoleh bila sepatu dibersihkan setiap kali sepatu kotor. Memeriksa sepatu yang dipakai siswa dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.
E. Berolahraga Teratur dan Terukur
Siswa/Guru/Masyarakat sekolah lainnya melakukan olahraga/aktivitas fisik secara teratur minimal tiga kali seminggu selang sehari. Olahraga teratur dapat memelihara kesehatan fisik dan mental serta meningkatkan kebugaran tubuh sehingga tubuh tetap sehat dan tidak mudah jatuh sakit. Olahraga dapat dilakukan di halaman secara bersama-sama, di ruangan olahraga khusus (bila tersedia), dan juga di ruangan kerja bagi guru/ karayawan sekolah berupa senam ringan dikala istirahat sejenak dari kesibukan kerja. Sekolah diharapkan membuat jadwal teratur untuk berolahraga bersama serta menyediakan alat/sarana untuk berolahraga.
F. Tidak Merokok di Sekolah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah tidak merokok di lingkungan sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan perokok dan orang yang berada di sekitar perokok. Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan 4000 bahan kimia berbahaya diantaranya: Nikotin (menyebabkan ketagihan dan kerusakan jantung serta pembuluh darah); Tar (menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker) dan CO (menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen sehingga sel-sel tubuh akan mati). Tidak merokok di sekolah dapat menghindarkan anak sekolah/guru/masyarkat sekolah dari kemungkinan terkena penyakit-penyakit tersebut diatas. Sekolah diharapkan membuat peraturan dilarang merokok di lingkungan sekolah. Siswa/guru/masyarakat sekolah bisa saling mengawasi diantara mereka untuk tidak merokok di lingkungan sekolah dan diharapkan mengembangkan kawasan tanpa rokok/kawasan bebas asap rokok.
G. Tidak Menggunakan NAPZA
Anak sekolah/guru/masyarkat sekolah tidak menggunakan NAPZA (Narkotika Psikotropika Zat Adiktif). Penggunaan NAPZA membahayakan kesehatan fisik maupun psikis pemakainya.
H. Memberantas Jentik Nyamuk
Upaya untuk memberantas jentik di lingkungan sekolah yang dibuktikan dengan tidak ditemukan jentik nyamuk pada: tempat-tempat penampungan air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga/alas pot bunga, wadah pembuangan air dispenser, wadah pembuangan air kulkas, dan barang-barang bekas/tempat yang bisa menampung air yang ada di sekolah. Memberantas jentik di lingkungan sekolah dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui kegiatan: menguras dan menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, dan menghindari gigitan nyamuk. Dengan lingkungan bebas jentik diharapkan dapat mencegah terkena penyakit akibat gigitan nyamuk seperti demam berdarah, cikungunya, malaria, dan kaki gajah. Sekolah diharapkan dapat membuat pengaturan untuk melaksanakan PSN minimal satu minggu sekali.
I.        Menggunakan Jamban yang Bersih dan Sehat
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan jamban/WC/kakus leher angsa dengan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir saat buang air besar dan buang air kecil. Menggunakan jamban yang bersih setiap buang air kecil ataupun buang air besar dapat menjaga lingkungan di sekitar sekolah menjadi bersih, sehat, dan tidak berbau. Disamping itu tidak mencemari sumber air yang ada disekitar lingkungan sekolah serta menghindari datangnya lalat atau serangga yang dapat menularkan penyakit seperti: diare, disentri, tipus, kecacingan, dan penyakit lainnya. Sekolah diharapkan menyediakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan dalam jumlah yang cukup untuk seluruh siswa serta terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Perbandingan jamban dengan pemakai adalah 1:30 untuk laki-laki dan 1:20 untuk perempuan.
J.  Menggunakan Air Bersih
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari di lingkungan sekolah. Sekolah diharapkan menyediakan sumber air yang bisa berasal dari air sumur terlindung, air pompa, mata air terlindung, penampungan air hujan, air ledeng, dan air dalam kemasan (sumber air berasal dari smur pompa, sumur, mata air terlindung berjarak minimal 10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah/WC). Air diharapkan tersedia dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan dan tersedia setiap saat.
K.  Mencuci Tangan dengan Air Mengalir dan Memakai Sabun
Sekolah/guru/masyarakat sekolah selalu mencuci tangan sebelum makan, sesudah buang air besar/sesudah buang air kecil, sesudah beraktivitas, dan atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang mengalir. Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan. Diharapkan tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah terjadinya penularan penyakit seperti: diare, disentri, kolera, tipus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan flu burung.
L.  Membuang Sampah ke Tempat Sampah yang Terpilah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah membuang sampah ke tempat sampah yang tersedia. Diharapkan tersedia tempat sampah yang terpilah antara sampah organik, non-organik, dan sampah bahan berbahaya. Sampah selain kotor dan tidak sedap dipandang juga mengandung berbagai kuman penyakit. Membiasakan membuang sampah pada tempat sampah yang tersedia akan sangat membantu anak sekolah/guru/masyarakat sekolah terhindar dari berbagai kuman penyakit.
M.  Mengkonsumsi Jajanan Sehat dari Kantin Sekolah
Anak sekolah/guru/masyarakat sekolah mengkonsumsi jajanan sehat dari kantin/warung sekolah atau bekal yang dibawa dari rumah. Sebaiknya sekolah menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi seimbang dan bervariasi, sehingga membuat tubuh sehat dan kuat, angka absensi anak sekolah menurun, dan proses belajar berjalan dengan baik.
N.  Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan Setiap Bulan
Siswa ditimbang berat badan dan diukur tinggi badan setiap bulan agar diketahui tingkat pertumbuhannya. Hasil penimbangan dan pengukuran dibandingkan dengan standar berat badan dan tinggi badan sehingga diketahui apakah pertumbuhan siswa normal atau tidak normal.
III.  Konsep Perilaku
Pengertian Perilaku
Perilaku dari segi biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan, jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Bahkan kadang-kadang kegiatan manusia itu sendiri sering tidak teramati dari luar manusia itu sendiri, misalnya: berpikir, persepsi, emosi, dan sebagainya. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku merupakan manifestasi dari kehidupan psikis. Perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu tersebut. Perilaku merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang ada sedangkan respon merupakan fungsi yang tergantung pada stimulus dan individu (Wood worth & Schlosberg, 1971 dalam Walgito, 2004).
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari (Robert Kwik, 1997 dalam Mubarak, 2006). Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya sesuatu yang lebih cenderung untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang mengatakan adanya tanda-tanda untuk senang atau tidak senang pada objek tersebut (Mubarak, 2006).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala sesuatu aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan yang meliputi: aktivitas motoris, emosional, dan kognitif.
Menurut Skiner (1938), dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku  merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses: adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori ”S-O-R” atau Stimuli         Organisme        Respons.
Skiner membedakan adanya dua respons, yakni:
a.      Respondent respon atau reflexive
Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicitingstimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup. Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta dan sebagainya.
b.      Operant respons atau instrumental respons
Respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job deskripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimuli baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Klasifikasi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2000), perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a.       Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut covert behaviour atau unobservable behaviour misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks dan sebagainya.
b.      Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktik (practice) misalnya: seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, menurut Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2007) adalah:
a.       Faktor-faktor pemudah (Predisposing Factors)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b.      Faktor –faktor Pemungkin (Enambling Factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, lingkungan fisik misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti: puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.
c.       Faktor pendorong (Reinforcing factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Dalam perilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Menurut Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2007), dalam Jariston (2009), ada tiga faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu:
1.      Faktor Pemudah (Predisposing factors)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap anak-anak terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Dimana faktor ini menjadi pemicu atau antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi, kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi.
2.      Faktor pemungkin (enambling factors)
Faktor pemicu teradap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi anak-anak, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat.
3.      Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Faktor ini terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku pengasuh anak-anak atau orangtua yang merupakan tokoh yang dipercaya atau dipanuti anak-anak. Contoh pengasuh anak-anak memberikan keteladanan dengan melakukan cuci tangan sebelum makan atau selalu minum air yang sudah dimasak. Maka hal ini akan menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-anak.
dan perilaku aktual saat membuat penilaian tentang bagaimana perilaku mereka mempengaruhi mereka sendiri dan orang lain yang esensial dalam mengembangkan penilaian moral. Kemampuan ini muncul pada masa awal akan tetapi tampak lebih konsisten pada masa sekolah berikutnya.
IV.  Keterkaitan PHBS dengan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
Usaha Kesehatan Sekolah adalah upaya untuk membina dan mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah, perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta lingkungan hidupnya sebagai sasaran utama sehingga akan membentuk perilaku hidup sehat dan menghasilkan derajat kesehatan yang optimal. (Effendy, 1998).
Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan perestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia indonesia seutuhnya. Usaha Kesehatan Sekolah juga bertujuan untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang mencakup: a) menurunkan angka kesakitan anak sekolah, b) meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental, maupun sosial, c) agar peserta didik mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah, d) meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah, e) meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk narkotika, rokok, alkohol, dan obat berbahaya lainnya.
Untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat yang dikenal dengan istilah tiga program pokok (trias) UKS yakni: pendidikan kesehatan (Health Education in School), pelayanan kesehatan (School Health Service), dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Dengan demikian dengan adanya fasilitas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) akan sangat menunjang terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah.
V. Keterkaitan PHBS dengan Keperawatan Kesehatan di Sekolah
Keperawatan sekolah adalah keperawatan yang difokuskan kepada anak di tatanan pendidikan guna memenuhi kebutuhan anak dengan mengikutsertakan keluarga maupun masyarakat sekolah dalam perencanaan pelayanan. Perawatan kesehatan sekolah mengaplikasikan praktek keperawatan untuk memenuhi kebutuhan unit individu, kelompok, dan masyarakat sekolah. Keperawatan kesehatan sekolah merupakan salah satu jenis pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan dan menumbuhkan kemandirian siswa untuk hidup sehat, menciptakan lingkungan, dan suasana sekolah yang sehat. Fokus utama perawat kesehatan sekolah adalah siswa dan lingkungannya dan sasaran penunjang adalah guru dan kader (Roni, 2010).
Perawat sekolah merupakan salah satu dari beberapa orang yang ditempatkan untuk memberikan arahan terhadap program kesehatan sekolah terkoordinasi. Perawat dapat berperan sebagai manajer, konsultan, pendidik, pelaksana maupun peneliti di bidang keperawatan dengan area khusus sekolah. Perawat dapat melaksanakan skrining kesehatan, memberikan pelayanan dasar untuk luka dan keluhan minor dengan memberikan pengobatan sederhana, memantau status imunisasi siswa dan keluarganya dan aktif juga dalam mengidentifikasikan anak-anak yang mempunyai masalah kesehatan. Perawat perlu memahami peraturan yang ada menyangkut anak usia sekolah seperti memberikan libur kepada siswa karena adanya penyakit menular, kutu, kudis, dan parasit lain. Dalam melaksanakan perannya sebagai konsultan terutama untuk para guru, perawat dapat memberikan informasi tentang pentingnya memberikan pengajaran kesehatan di kelas, pengembangan kurikulum yang terkait dengan kesehatan, serta cara-cara penanganan kesehatan yang bersifat khusus dan kecacatan (Sumijatun, 2005).
The National Association of School Nurses (NASN) menyatakan ada tiga peran perawat komunitas di sekolah yaitu:
1.      Peran klinik (Generalist Clinical Role)
Ø  Perawat komunitas dalam peran klinik akan memberikan pelayanan, konseling, pendidikan kesehatan kepada siswa dan keluarga. Pelayanan ini diintegrasikan dengan program sekolah.
Ø  Pearawat klinik bekerja di sekolah yang memberikan pelayanan selama jam sekolah. Perawat membaur dengan fungsional sehari-hari komunitas sekolah.
Ø  Mengindentifikasi siswa, keluarga, dan guru dari resiko gangguan kesehatan (case finding), mengembangkan dan implementasi intervensi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan dan menyusun kebijakan dan program yang sesuai untuk memecahkan permasalahan baik yang aktual maupun potensial.
2.      Peran Perawatan Primer (Primary Role)
Perawat komunitas melaksanakan teknik tindakan keperawatan sesuai prosedur. Selain itu dalam melaksanakan perannya berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lain. Beberapa item yang menjadi perhatian dalam peran ini antara lain: kesehatan fisik, kesehatan emosional, kebiasaan (makan, merokok), perhatian sosial (lingkungan rumah, kemiskinan).
3.      Peran Manajemen (Management Role)
a.       Mengembangkan, koordinasi, dan evaluasi program kesehatan sekolah
b.      Mengembangkan dan implementasi kebijakan dan prosedur kesehatan sekolah
c.       Manajemen kasus pada siswa dan keluarga dengan kebutuhan kesehatan yang khusus
d.      Supervisi dan evaluasi pada tenaga kesehatan yang lain dan men